Tuesday, 30 September 2014
Pembangkit Cantik Dengan Gudang-gudang yang Berbenah
oleh: Ngurah Adnyana, Direktur (Operasi Jawa Bali Sumatera)
Selesai mandi dan berpakaian pagi itu, “Kling…..” HP saya berbunyi. Ketika dibuka, saya mendapati pesan Pak Anton “Pak saya sudah di depan rumah….!” Buru-buru saya buka pintu pagar dan mempersilahkan Pak Antonius Artono – Direktur Niaga PT Indonesia Power – untuk masuk. Setelah basa basi sebentar, tepat jam 06.00 pagi, kami pun berangkat.
Hari itu memang kami rencanakan mengunjungi PLTP Gunung Salak, PLTU Pelabuhan Ratu yang lokasinya searah Jakarta – Sukabumi, kemudian besoknya mampir di unit PLN di Sukabumi dan Bogor. Sudah lama saya merencanakan perjalanan ini sejak Pak Budi Widi Asmoro – Manajer Operasi Pembangkitan Sumatra Bagian Selatan – masih bertugas sebagai Manajer Proyek PLTU Pelabuhan Ratu. Sebelumnya saya pernah ke PLTU 3 x 350 MW ini tapi saat proyeknya masih berjalan.
Karena lokasinya sekitar Sukabumi, saya minta Pak Arif Pramudya – Manajer Area Sukabumi dan Pak Indera – Manajer APP (Area Pelaksana Pemeliharaan) Bogor yang menangani pemeliharaan transmisi untuk bergabung langsung di PLTP Gunung Salak, sehingga para “punggawa” PLN pembangkitan, transmisi dan distribusi di daerah Sukabumi ini bisa kumpul dan memahami tugasnya masing-masing.
Setelah menempuh perjalanan 3 jam lebih, kami sampai di PLTP Gunung Salak yang berlokasi di dalam komplek pembangkitan Chevron. Ternyata Pak Arif sudah sampai lebih dulu dengan pasukannya termasuk Manajer Rayon Cibadak dan staf yang melayani pelanggan PLN di sekitar Gunung Salak ini. Di PLTP Gunung Salak kami disambut Pak Dony Bakar – Manajer Unit Pembangkitan Gunung Salak beserta stafnya. Jadi bertemulah para punggawa PLN ini di pagi yang cerah itu untuk lebih intensif membangun sinergi.
Dalam paparan dan diskusi santai, Pak Dony menjelaskan bahwa ada 2 pengelola PLTP di Gunung Salak ini. Di sisi timur Chevron punya PLTP 3×60 MW dan di sisi barat PT Indonesia Power memiliki 3×60 MW. Faktor ketersediaan (EAF) di PLTP Gunung Salak ini mencapai 96% artinya hanya 4% dari sepanjang tahun PLTP Gunung Salak ini tidak siap beroperasi, bisa karena pemeliharaan atau ada gangguan. EAF 96% ini cukup tinggi. Tapi kemudian saya tanyakan:
“Apakah kinerja operasi PLTP Gunung Salak ini sudah masuk katagori World Class ?”
Pak Dony langsung menjawab “Belum Pak!” karena EAF PLTP Chevron tetangganya bisa mencapai EAF 99%. Di sisi lain, PLTP Gunung Salak sendiri pernah mencapai EAF 97%.
Dijelaskan juga kelebihan PLTP Gunung Salak ini pernah berhasil menjual Carbon Credit karena membangkitkan listrik dari energi terbarukan. Juga sudah 4 tahun berturut- turut mendapat proper hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Lalu saya tanya: “Berapa biaya pokok produksi (BPP) PLTP ini?” Kepada Pak Arif juga saya tanyakan: “Berapa harga jual rata-rata di Area Sukabumi ?”
Ternyata BPP PLTP Gunung Salak ini sekitar Rp 720/kWh, sedangkan harga jual di Area Sukabumi Rp 760/kWh. Harga jual ini termasuk rendah karena pelanggan di Sukabumi kebanyakan pelanggan rumah tangga dengan daya 450-900 VA. Kalau harga jual rata-rata di Jawa Bali Agustus 2014 sudah mencapai hampir Rp 1.000/kWh. Jadi kalau memproduksi lebih banyak di Gunung Salak, untungnya lebih besar pula. Makanya EAF PLTP Gunung Salak ini harus ditingkatkan lagi.
Dari bincang-bincang santai ini PLTP Gunung Salak mempunyai peluang yang cukup menantang. Pertama, EAF harus terus ditingkatkan sehingga bisa menyamai tetangganya PLTP Chevron. Dengan EAF yang lebih tinggi maka produksi listriknya akan bertambah yang pada akhirnya memberi keuntungan:
a) dari selisih harga jual dan biaya produksi akan menurunkan subsidi listrik dari pemerintah
b) menambah potensi penjualan carbon credit
c) ada potensi mendapat pembayaran “one cent dollar/kWh” kalau produksinya melebihi target
d) di sisi internal juga menjamin terpenuhinya KPI
Tantangan meningkatkan EAF sangat bisa dijawab dengan mengefisienkan waktu pemeliharaan pembangkit dan mencegah kemungkinan trip bila terjadi gempa bumi pada skala kecil.
Tantangan kedua, kesempatan untuk memperoleh proper emas ada di depan mata. Mendapat proper emas bagi pembangkit listrik tentu merupakan kebanggaan dan keunggulan sendiri baik bagi pembangkitnya maupun bagi perusahaan pemiliknya.
Nah kalau target ini bisa dicapai, PLTP Gunung Salak sudah bisa dikategorikan Kelas Dunia. Bisakah ? Tentu teman-teman di PLTP Gunung Salak yang harus menjawabnya !
Setelah makan siang kami berangkat ke PLTU Pelabuhan Ratu yang biasanya disingkat PLTU PRatu dengan menempuh 1,5 jam perjalanan. Sampai di PLTU saya mendapat kesan sangat berbeda bila dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. PLTU ini lebih cantik, secantik lukisan besar yang menempel di loby kantor PLTU. Di PLTU ini juga tersedia workshop dan warehouse (gudang) yang luas dan lengkap dengan peralatannya.
Setelah diskusi santai dengan teman-teman Proyek yang diwakili Pak Jarot Hutabri, Pak Adil sebagai aset manajer dari UPJB, Pak Hendra Hani dari Indonesia Power sebagai aset operator, Pak Indera dari P3B, Pak Arif dari Area Sukabumi, beberapa hal masih perlu dituntaskan agar PLTU ini bisa beroperasi lebih baik dan lebih cantik lagi.
Tongkang batubara yang seharusnya bisa keluar masuk dermaga bongkar (Jetty) masih belum mendapat ijin beroperasi malam hari. Ini tugas UPJB untuk menyelesaikannya. Pemeliharaan tahun pertama (first year inspection / FYI) saya minta kepada UIP agar bisa dipercepat dari target 75 hari. Penyediaan sparepart PLTU harus bisa disediakan aset operator tepat waktu dan tepat kualitas. P3B Jawa Bali akan menyelesaikan jaringan transmisi 150 KV PRatu – Lembursitu – Cianjur sehingga awal Oktober 2014 bisa disalurkan seluruh daya dari PLTU PRatu ke Cianjur dan Bogor.
Kepada Pak Arif saya minta dipastikan agar masyarakat di sekitar PLTU Pratu ini semua sudah tersambung aliran listrik PLN. Tak elok kalau ada masyarakat belum menikmati aliran listrik sedangkan di dekatnya ada PLTU 1050 MW.
Pak Hendra juga saya minta mempercantik lingkungan PLTU dengan tanaman-tanaman dan lampu taman yang didesain oleh landscape designer (desainer taman) bukan didesain oleh enjiner listrik atau mesin yang biasanya merasa serba bisa….termasuk saya waktu masih muda.
Gudang berbenah.
Gudang BerbenahBesoknya saya mengunjungi Area Sukabumi dan sebelum balik ke Jakarta dengan kereta api Sukabumi – Bogor yang cukup nyaman. Di Sukabumi saya sempatkan melihat gudang Area Sukabumi yang sudah mulai menerapkan 5-S dan GOLD. Peletakan barang-barangnya mulai rapi dan tertata baik. Di Bogor pun saya melihat gudang Area Bogor di Semplak dan gudang APP Bogor yang berlokasi di GI Bogor Baru. Di gudang APP ini, isolator 150 KV tidak diletakkan menggeletak di lantai atau dibiarkan tetap dalam peti kayu, tapi disimpan dalam posisi tergantung di gantungan isolator yang dibuat khusus seperti gambar di samping ini.
Minggu berikutnya, di Area Metro Lampung saya melihat gudang Area yang sangat luas. Tanahnya ex PLTD Metro yang sudah lama tidak beroperasi. Pak Teuku Khaldun Manajer Sektor Lampung sudah menyerahkan lahan seluas 26.900 m2 tersebut untuk dipakai gudang Area Metro. Pak Sohhin Manajer Area Metro yang sebentar lagi akan pindah ke Yogya sangat senang dan akan menjadikan lokasi itu sebagai gudang dan Gerai Layanan.
Gudang Berbenah_Gudang-gudang yang bersih inilah yang saya lihat langsung saat berkunjung ke Area Sukabumi, APP Bogor, PLTU PRatu, Area Bogor yang berlokasi di Semplak dan Area Tanjung Karang Lampung pada minggu berikutnya. (gambar disamping)
Kami punya target bahwa sampai akhir 2014, seluruh gudang di Unit-unit PLN sudah harus menerapkan 5-S dan GOLD. Tidak boleh ada pengecualian. Makanya seluruh unit PLN sekarang sedang membenahi gudangnya sehinga target ini bisa tercapai.
Kalau menilai apakah rumah dikelola dengan baik, maka lihatlah kamar mandinya. Kalau kamar mandinya bersih dan rapi, pastilah keluarga ini mengelola rumahnya dengan baik. Kalau ingin melihat perusahaan apakah dikelola dengan baik, lihatlah gudangnya. Kalau gudangnya bersih dan rapi, kita boleh percaya perusahaan itu dikelola dengan baik. Apakah betul begitu, silahkan buktikan sendiri.
Jakarta, 26 September 2014
Monday, 29 September 2014
Ridwan Kamil Minta Ahok Imbau Warga DKI Naik Kereta ke Bandung
Ridwan Kamil Minta Ahok Imbau Warga DKI Naik Kereta ke Bandung
Kemacetan akibat lapak pedagang kaki lima yang memenuhi kawasan Jl. Ototista Bandung, Jabar. (Antara)
Liputan6.com, Jakarta - Walikota Bandung Ridwan Kamil meminta Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mensosialisasikan kepada warga ibukota, agar menggunakan transportasi berbasis rel saat mengunjungi Bandung, misalnya kereta.
"Pak Ridwan minta kita pakai kereta api masuk Bandung. Bisa juga monorel," ucap Basuki yang akrab disapa Ahok saat menerima kunjungan Ridwan Kamil di Balaikota Jakarta, Selasa (16/9/2014).
Sementara Ridwan mengatakan, permintaan tersebut didasari volume kendaraan di Bandung yang semakin meningkat, hingga menyebabkan kemacetan. Khususnya saat akhir pekan, biasanya didominasi kendaraan berpelat nomor B atau DKI Jakarta.
Ridwan berharap, Ahok sebagai orang nomor 1 di Jakarta dapat meyakinkan warganya supaya beralih ke kereta apabila berwisata ke Bandung. Sebab, meski dirinya Walikota Bandung, tak mungkin meminta warga Jakarta tak menggunakan kendaraan pribadi.
"Pak Ahok yang nanti gubernur, suaranya akan lebih didengar. Ketimbang saya di sana. Saya minta Pak Ahok kampanye di sisi orang Jakarta nya, nanti saya perbaiki infrastruktur di Bandung," jelas pria yang akrab disapa Emil.
Menurut dia, pihaknya tengah membenahi transportasi di Kota Kembang. Warga DKI yang menggunakan kereta ke Bandung nantinya akan disambut cable car dan monorel. Sebab, cable car sedang dalam proses lelang dan akan masuk tahap konstruksi pada 2015.
Emil menambahkan, untuk mendukung agar warga Jakarta tak menggunakan kendaraan pribadi ke Bandung, dirinya sudah berkoordinasi dengan Dirut PT KAI Ignatius Jonan, agar menambah jumlah kereta ke Bandung.
"Tapi kampanyenya harus dari sekarang. Yang penting berbasis rel," jelas Emil. (Mut)
Saturday, 27 September 2014
Sejarah Perkeretaapian
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh de-ngan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 Km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasa-an perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia
Periode Status Dasar Hukum
Th. 1864 Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda
1864 s.d 1945 Staat Spoorwegen (SS) Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) IBW
1945 s.d 1950 DKA IBW
1950 s.d 1963 DKA - RI IBW
1963 s.d 1971 PNKA PP. No. 22 Th. 1963
1971 s.d.1991 PJKA PP. No. 61 Th. 1971
1991 s.d 1998 PERUMKA PP. No. 57 Th. 1990
1998 s.d. 2010 PT. KERETA API (Persero) PP. No. 19 Th. 1998
Keppres No. 39 Th. 1999
Akte Notaris Imas Fatimah
Mei 2010 s.d sekarang PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010
Friday, 26 September 2014
Kereta Api dulu dan sekarang
KRL Jabodetabek, kini bernama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), merupakan jalur kereta rel listrik yang dioperasikan oleh PT KAI
Divisi Jabodetabek. KRL Jabodetabek mulai beroperasi pada tahun 1976
dan melayani rute commuter line di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Serpong, dan Parung Panjang.
Jalur commuter line Jabodetabek melalui beberapa stasiun besar, yakni, Jakarta Kota, Gambir, Gondangdia, Jatinegara, Tanah Abang, Pasar Senen, dan Manggarai.
KRL Jabodetabek akhirnya resmi menjadi anak perusahaan PT KAI dan berubah nama menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) pada tanggal 15 September 2008. Peresmian ini sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H.
Pembentukan anak perusahaan ini bermula dari keinginan para stakeholder untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan mampu mengurangi kemacetan di Jabodetabek.
Awal kehadiran PT KCJ bermula dari pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek oleh induknya PT Kereta Api, yang memisahkan dirinya dari PT Kereta Api Indonesia Daop I Jakarta. Setelah pemisahan dua perusahaan kereta ini, pelayanan KRL di wilayah Jabotabek berada di bawah PT Kereta Api Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek. Sedangkan pelayanan KA jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT Kereta Api Indonesia Daop I Jakarta.
Namun akhirnya PT Kereta Api Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, dan menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek. Setelah menjadi perseroan terbatas perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang keduanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Tugas pokok perseroan baru ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter dengan menggunakan sarana transportasi berupa Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.
Selanjutnya, KRL direncanakan akan melayani pula stasiun Cikarang. Selain itu, jalur rel ganda dari Tanah Abang Menuju serpong telah selesai dibangun, sedangkan dari Manggarai sampai dengan Cikarang masih akan ditingkatkan menjadi Double-Track. Nantinya Stasiun Manggarai akan menjadi stasiun induk untuk Kereta Jabotabek dan kereta Bandara.
Kereta Rel Listrik
Kereta Rel Listrik (KRL) merupakan kereta rel yang bergerak dengan sistem propulsi motor listrik. Di Indonesia, kereta rel listrik banyak digunakan di kawasan Jabotabek dan merupakan kereta yang melayani perjalanan commuter line.
Di Hindia Belanda, pertama kali KRL digunakan sebagai penghubung antara Batavia dengan Jatinegara atau Meester Cornelis pada tahun 1925. Saat itu digunakan 2 rangkaian kereta rel listrik yang bisa disambung menjadi 4 kereta. KRK ersebut merupakan buatan Werkspoor dan Heemaf Hengelo.
Pada tahun 1960-an kereta api bertenaga listrik sempat tidak digunakan selama beberapa lama karena kondisi mesin lokomotif dan kereta yang tidak memadai lagi. Pada tahun 1976, PJKA mulai mendatangkan sejumlah kereta rel listrik dari Jepang. Kereta rel listrik yang kini digunakan di Indonesia dibuat mulai tahun 1976 hingga 2001.
Sampai sekarang, sejumlah kereta rel listrik yang digunakan merupakan hibah dari Pemerintah Kota Tokyo. Beberapa yang lain merupakan kereta bekas yang dibeli dari Jepang.
Pada tahun 2001, Indonesia sudah bisa membuat kereta sentidi. PT Inka yang terletak di Madiun membuat dua set kereta rel listrik yang disebut KRL-I Prajayana. Sayangnya, Kereta rel listrik buatan PT INKA belum diproduksi lebih banyak lagi, karena dianggap tidak ekonomis dan sering mogok dibanding kereta dari Jepang.
Saat peristiwa Mati Listrik Jawa-Bali pada tahun 2005, sebanyak 42 perjalanan KRL rute Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi dibatalkan dan 26 KRL lain yang sedang beroperasi tertahan di beberapa perlintasan. Insiden ini diperkirakan menyebabkan kerugian yang mencapai Rp 200 juta.
Saat ini, ada beberapa tipe KRL yang digunakan, antaranya:
• KRL Ekonomi non-AC
• KRL Ekonomi Holec
• KRL Ekonomi Rheostat (seri KL3)
• KRL Hitachi (Jepang-Indonesia)
• KRL ABB Hyundai (Korsel-Indonesia)
• KRL ACKRL eks Tokyu Corporation
• KRL eks East Japan Railway Company (JR East)
• KRL eks-Toyu Rapid
Jalur commuter line Jabodetabek melalui beberapa stasiun besar, yakni, Jakarta Kota, Gambir, Gondangdia, Jatinegara, Tanah Abang, Pasar Senen, dan Manggarai.
KRL Jabodetabek akhirnya resmi menjadi anak perusahaan PT KAI dan berubah nama menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) pada tanggal 15 September 2008. Peresmian ini sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H.
Pembentukan anak perusahaan ini bermula dari keinginan para stakeholder untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan mampu mengurangi kemacetan di Jabodetabek.
Awal kehadiran PT KCJ bermula dari pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek oleh induknya PT Kereta Api, yang memisahkan dirinya dari PT Kereta Api Indonesia Daop I Jakarta. Setelah pemisahan dua perusahaan kereta ini, pelayanan KRL di wilayah Jabotabek berada di bawah PT Kereta Api Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek. Sedangkan pelayanan KA jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT Kereta Api Indonesia Daop I Jakarta.
Namun akhirnya PT Kereta Api Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, dan menjadi PT KAI Commuter Jabodetabek. Setelah menjadi perseroan terbatas perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang keduanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Tugas pokok perseroan baru ini adalah menyelenggarakan pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter dengan menggunakan sarana transportasi berupa Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.
Selanjutnya, KRL direncanakan akan melayani pula stasiun Cikarang. Selain itu, jalur rel ganda dari Tanah Abang Menuju serpong telah selesai dibangun, sedangkan dari Manggarai sampai dengan Cikarang masih akan ditingkatkan menjadi Double-Track. Nantinya Stasiun Manggarai akan menjadi stasiun induk untuk Kereta Jabotabek dan kereta Bandara.
Kereta Rel Listrik
Kereta Rel Listrik (KRL) merupakan kereta rel yang bergerak dengan sistem propulsi motor listrik. Di Indonesia, kereta rel listrik banyak digunakan di kawasan Jabotabek dan merupakan kereta yang melayani perjalanan commuter line.
Di Hindia Belanda, pertama kali KRL digunakan sebagai penghubung antara Batavia dengan Jatinegara atau Meester Cornelis pada tahun 1925. Saat itu digunakan 2 rangkaian kereta rel listrik yang bisa disambung menjadi 4 kereta. KRK ersebut merupakan buatan Werkspoor dan Heemaf Hengelo.
Pada tahun 1960-an kereta api bertenaga listrik sempat tidak digunakan selama beberapa lama karena kondisi mesin lokomotif dan kereta yang tidak memadai lagi. Pada tahun 1976, PJKA mulai mendatangkan sejumlah kereta rel listrik dari Jepang. Kereta rel listrik yang kini digunakan di Indonesia dibuat mulai tahun 1976 hingga 2001.
Sampai sekarang, sejumlah kereta rel listrik yang digunakan merupakan hibah dari Pemerintah Kota Tokyo. Beberapa yang lain merupakan kereta bekas yang dibeli dari Jepang.
Pada tahun 2001, Indonesia sudah bisa membuat kereta sentidi. PT Inka yang terletak di Madiun membuat dua set kereta rel listrik yang disebut KRL-I Prajayana. Sayangnya, Kereta rel listrik buatan PT INKA belum diproduksi lebih banyak lagi, karena dianggap tidak ekonomis dan sering mogok dibanding kereta dari Jepang.
Saat peristiwa Mati Listrik Jawa-Bali pada tahun 2005, sebanyak 42 perjalanan KRL rute Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi dibatalkan dan 26 KRL lain yang sedang beroperasi tertahan di beberapa perlintasan. Insiden ini diperkirakan menyebabkan kerugian yang mencapai Rp 200 juta.
Saat ini, ada beberapa tipe KRL yang digunakan, antaranya:
• KRL Ekonomi non-AC
• KRL Ekonomi Holec
• KRL Ekonomi Rheostat (seri KL3)
• KRL Hitachi (Jepang-Indonesia)
• KRL ABB Hyundai (Korsel-Indonesia)
• KRL ACKRL eks Tokyu Corporation
• KRL eks East Japan Railway Company (JR East)
• KRL eks-Toyu Rapid
UPDATE
1 JULI 2014 ! Akhirnya kenaikan listrik benar-benar dilakukan
pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2014, kenaikan
tarif untuk baru berlaku secara periodik setiap 2 bulan sekali dimulai
pada 1 Juli 2014 yaitu 1 Juli-31 Agustus 2014, 1 September-31 Oktober
2014, dan 1 November 2014, berikut adalah golongan yang mengalami
kenaikan :
Untuk golongan I-3, tarif semula Rp 864 per kWh akan naik menjadi Rp 964 per kWh. Pada 1 September 2014, tarif akan naik lagi menjadi Rp 1.075 per kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200/kWh.
Untuk golongan R-2 dengan 3.500 VA hingga 5.500 VA, tarif semula Rp 1.145 per kWh akan naik menjadi Rp 1.210 per kWh. Per 1 September 2014 tarif ini akan naik lagi menjadi Rp 1.279/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 2.200 VA, tarif semula Rp 1.004 per kWh akan naik menjadi Rp 1.109/kWh. Lalu, per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.224/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.353/kWh.
Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 1.300 VA, tarif semula Rp 997 per kWh akan naik menjadi Rp 1.090/kWh. Per 1 September 2014, tarif ini naik lagi menjadi Rp 1.214/kWh, dan kembali naik pada 1 November 2014 menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan P-3, dari Rp 864 per kWh naik menjadi Rp 1.104/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.221/kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan P-2 dengan kapasitas di atas 200 kVA, tarif semula Rp 1.062 per kWh naik menjadi Rp 1.081/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.139 per kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200 per kWh.
Demikianlah daftar kenaikan tarif dasar listrik yang berlaku efektif mulai 1 juli 2014 , untuk golongan rumah tangga dengan daya 450va dan 900va tidak mengalami kenaikan karena masih banyak golongan tidak mampu yang menggunakan daya tersebut.
Tag : tarif dasar listrik rumah tangga, tarif dasar listrik per kwh, tarif dasar listrik 2014 rumah tangga, tarif dasar listrik juli 2014, biaya kwh listrik prabayar 2014, tarif daya listrik, tarif listrik 1300watt yg voucer, tarif listrik prabayar 2014, tarif listrik token, tarif dasar listrik 1300 watt september 2014
Untuk golongan I-3, tarif semula Rp 864 per kWh akan naik menjadi Rp 964 per kWh. Pada 1 September 2014, tarif akan naik lagi menjadi Rp 1.075 per kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200/kWh.
Untuk golongan R-2 dengan 3.500 VA hingga 5.500 VA, tarif semula Rp 1.145 per kWh akan naik menjadi Rp 1.210 per kWh. Per 1 September 2014 tarif ini akan naik lagi menjadi Rp 1.279/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 2.200 VA, tarif semula Rp 1.004 per kWh akan naik menjadi Rp 1.109/kWh. Lalu, per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.224/kWh, dan per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.353/kWh.
Untuk golongan R-1 dengan kapasitas 1.300 VA, tarif semula Rp 997 per kWh akan naik menjadi Rp 1.090/kWh. Per 1 September 2014, tarif ini naik lagi menjadi Rp 1.214/kWh, dan kembali naik pada 1 November 2014 menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan P-3, dari Rp 864 per kWh naik menjadi Rp 1.104/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.221/kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.352/kWh.
Untuk golongan P-2 dengan kapasitas di atas 200 kVA, tarif semula Rp 1.062 per kWh naik menjadi Rp 1.081/kWh. Per 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp 1.139 per kWh, lalu per 1 November 2014 kembali naik menjadi Rp 1.200 per kWh.
Demikianlah daftar kenaikan tarif dasar listrik yang berlaku efektif mulai 1 juli 2014 , untuk golongan rumah tangga dengan daya 450va dan 900va tidak mengalami kenaikan karena masih banyak golongan tidak mampu yang menggunakan daya tersebut.
Tag : tarif dasar listrik rumah tangga, tarif dasar listrik per kwh, tarif dasar listrik 2014 rumah tangga, tarif dasar listrik juli 2014, biaya kwh listrik prabayar 2014, tarif daya listrik, tarif listrik 1300watt yg voucer, tarif listrik prabayar 2014, tarif listrik token, tarif dasar listrik 1300 watt september 2014
Subscribe to:
Comments (Atom)



